Jumat, 03 Februari 2012

Legal  Advise Tirta Rimba / Air Jatuh
(hadi supriyanto)

A.     Dasar Hukum TWA Tirta Rimba
Taman Wisata Alam Tirta Rimba/Air Jatuh seluas 488 ha telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 440/Kpts-II/1994 pada tanggal 5 Oktober 1994 Proses penetapannya diawali pengusulan oleh Gubernur KDH Tk. I Sultra dengan Rekomendasi No. Pta. 4/I/14 tanggal 8 Desember 1976, yang ditindaklanjuti dengan surat Dirjen Kehutanan (saat itu) kepada Menteri Pertanian dengan nomor 2256/DJ/I/1978 tanggal 15 Juli 1978. Menteri Pertanian kemudian menunjuk kompleks hutan Tirta Rimba/Air Jatuh seluas ± 500 ha sebagai hutan/taman wisata pada tanggal 24 Juli 1978 dengan Keputusan No. 459/Kpts/Um/7/1978. Setelah diadakan tata batas (Berita Acara Tata Batas disahkan pada tanggal 24 Maret 1987), luasnya berubah menjadi 488 ha.

B.     Dasar Penetapan TWA Tirta Rimba

Latar belakang penunjukannya sebagai Taman Wisata adalah karena kompleks hutan Tirta Rimba merupakan habitat satwa liar yang dilindungi, serta memiliki potensi wisata yang cukup tinggi berupa air terjun, kolam pemandian, dan pantai yang indah. Letaknya yang dekat dengan Kota Baubau menciptakan prospek yang cerah untuk dikembangkan menjadi tempat wisata.

C.      Titik Kordinat  TWA Tirta Rimba

     Secara geografis TWA Tirta Rimba/Air Jatuh terletak di antara 4°29' - 4°30' LS dan 122°38' - 122°40' BT, secara administratif pemerintahan termasuk dalam wilayah Kelurahan Kadolomoko, Waruruma, dan Kadolokatapi, Kecamatan Kokalukuna dan Kecamatan Wolio, Kota Baubau. Secara administratif kehutanan termasuk wilayah RPH Wolio, BKPH Buton Barat, KPH Buton. Sampai saat ini pengelolaannya di bawah Resort KSDA Tirta Rimba. Sub Seksi KSDA Buton.

D.     Potensi
    
TWA Tirta Rimba terletak pada ketinggian 0 hingga 400 m (dpl). Topografinya bervariasi dari datar, landai, berbukit, dan bergunung, dengan kelerengan antara 0 hingga 25%. Jenis tanahnya mediteran, clay loam (tanah liat) berdebu berwarna putih. Tipe iklimnya C, dengan curah hujan tahunan bervariasi antara 1.050 mm -1.900 mm. dengan bulan kering pada bulan Juni hingga Nopember. Suhu bervariasi antara 15° hingga 35°C. Potensi wisata yang menonjol berupa dua air terjun yang sangat indah setinggi ± 10 m, permandian air jatuh, permandian air Belanda, dan permandian alam Wandawu-Dawu. Beberapa jenis satwa liar yang terdapat di dalam kawasan antara lain kera hitam Sulawesi (Macaca brunescens) dan berbagai jenis burung.

D.     Kegiatan dan Permasalahan
    
Kegiatan yang pernah dilaksanakan antara lain tata batas kawasan oleh Sub BIPHUT Kendari pada tahun 1986/1987, pembinaan daerah penyangga, berupa bantuan bibit buah-buahan di Desa Kadolokatapi pada tahun 1995 oleh Sub Balai KSDA Sultra. Untuk mengantisipasi kegiatan rekreasi dan pariwisata di masa datang, telah diusulkan penambahan luas kawasan seluas 1.000 ha yang terletak di kompleks hutan Wakonti.  Sama seperti kawasan konservasi lain, permasalahan yang dihadapi TWA Tirta Rimba berupa pencurian kayu dan rotan, serta pengambilan kayu bakar oleh masyarakat setempat, serta klaim beberapa orang atas tanah di dalam kawasan sebagai tanah leluhur. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan penyuluhan dan pembinaan.

E.     Hasil Sidak DPRD/Pansus Tirta Rimba

Pada hari rabu tanggal 31 januari 2012. Pansus TWA Tirta Rimba DPRD Kota Baubau melakukan serangkaian sidak di seputaran lokasi dan mendapatkan laporan langsung dari masyarakat yaitu :
1.    masyarakat melaporkan bahwasanya ada sebanyak 182 KK melakukan kegiatan bekebun/berladang di dalam kawasan Tirta Rimba.
2.    masyarakat melaporkan bahwasanya ada kegiatan BKSDH melakukan penanaman pohon dalam areal TWA Tirta Rimba.
3.    adanya bangunan Pemerintah (Pos BKSDH) yang dirusak oleh aparat BKSDH sendiri.





F.     Analisa permasalahan TWA Tirta Rimba

Pada rapat Pansus sebelumnya, yang dihadiri oleh Pemerintah daerah dan masyarakat yang melakukan aktifitas berkebun/berladang di dalam kawasan, disepakati bahwasanya, masing-masing pihak, baik Pemerintah maupun masyarakat tidak melakukan kegiatan apapaun selama Pansus DPRD Kota Baubau melakukan serangkaian penelusuran dan pendalaman atas permasalahan TWA Tirta Rimba. Oleh karena itu, masing-masing pihak dapat menahan diri sampai ada titik terang perihal luas wilayah (tata batas) TWA Tirta Rimba dan konsekuensi serta kompensasi apa yang akan diberikan seandainya masyarakat yang melakukan kegiatan dalam kawasan harus menghentikan kegiatannya. Berikut ini akan diketengahkan proses Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan dalam sistem Kehutanan Indonesia.

a. Dasar hukum
    UU No. 41/1999 tentang Kehutanan
    UU No. 26/2007 tentang Tata Ruang
    PP No. 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
    PP No. 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
    PP No. 10/2010 tentang tata cara perubahan dan fungsi kawasan hutan
    Kepres No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
    Kepmentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung
    Kepmentan No. 683/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi
    Kepmenhut No. 32/Kpts-II/2001 tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan

b. Definisi
hutan adalah : suatu kesatuan ekosistem (hamparan, sumber daya alam hayati, didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan).
Kawasan hutan : wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Jadi pengertian hutan ≠ kawasan hutan


Landasan Yuridis Penyelenggaraan Kehutanan
Pasal 33 UUD 1945 :
Bumi, tanah, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.

Wewenang Pemerintah (Pasal 4 UU No. 41 Tahun 1999):
•    Mengatur, mengurus hal yang berkaitan dengan
•    hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,
•    Menetapkan atau mengubah status
•    kawasan hutan,
•    Mengatur dan menetapkan hubungan hukum,
•    Mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan.

Penguasaan hutan
UU 41/1999 Pasal 4 :
    Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya DIKUASAI oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
    Penguasaan hutan oleh Negara memberi wewenang PENGURUSAN HUTAN kepada Pemerintah untuk :
a.     mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
b.     menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan
c.     mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
Pengurusan hutan
UU 41/1999 Pasal 10
Pengurusan hutan meliputi :
    Perencanaan kehutanan,
    Pengelolaan hutan,
    Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta  penyuluhan kehutanan, dan
    Pengawasan.



Perencanaan kehutanan
UU 41/1999 Pasal 12, PP No. 44/2004
    Perencanaan kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
    Tujuan perencanaan kehutanan adalah mewujudkan penyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien untuk mencapai menfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari.
    Perencanaan kehutanan meliputi:
    a.  Inventarisasi hutan,
    b.  Pengukuhan kawasan hutan,
    c.  Penatagunaan kawasan hutan,
    d.  Pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan
    e.  Penyusunan rencana kehutanan.
Inventarisasi Hutan
UU 41/1999 Pasal 13
    Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap.
    Inventarisasi hutan dilakukan dengan survei mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia, serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.
    Inventarisasi hutan terdiri dari:
a.    inventarisasi hutan tingkat nasional,
b.    inventarisasi hutan tingkat wilayah,
c.    inventarisasi hutan tingkat daerah aliran sungai, dan
d.    inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan.
    Hasil inventarisasi hutan antara lain dipergunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunan neraca sumber daya hutan, penyusunan rencana kehutanan, dan sistem informasi kehutanan.
Pengukuhan Kawasan hutan
    Berdasarkan inventarisasi hutan, Pemerintah menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan.
    Pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penataan batas suatu wilayah yang telah ditunjuk sebagai wilayah hutan guna memperoleh kepastian hukum mengenai status dan batas kawasan hutan.
    Pengukuhan kawasan hutan bertujuan untuk terwujudnya kepastian hukum mengenai status, batas dan luas wilayah hutan.
    Pengukuhan hutan dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut :
a.    Penunjukan kawasan hutan
b.    Penataan batas kawasan hutan
c.    Pemetaan kawasan hutan, dan
d.    Penetapan kawasan hutan


Penunjukan Kawasan hutan
    Penunjukan kawasan hutan adalah penetapan awal peruntukan suatu wilayah tertentu sebagai kawasan hutan, yang meliputi wilayah propinsi dan wilayah tertentu secara partial. Penunjukan kawasan hutan wilayah propinsi dilaku-kan oleh Menteri dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dan atau pemaduserasian TGHK dengan RTRWP.
   
    Penunjukan wilayah tertentu secara partial menjadi kawasan hutan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.    Usulan atau rekomendasi Gubernur dan atau Bupati/Walikota
b.    Secara teknis dapat dijadikan hutan

Penataan Batas Kawasan Hutan
Penataan batas kawasan hutan adalah kegiatan yang meliputi proyeksi batas, pemancangan patok batas, pengumuman, inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga, pemasangan pal batas, pengukuran dan pemetaan serta pembuatan Berita Acara Tata Batas
Pemetaan Kawasan hutan
Pemetaan dalam rangka kegiatan pengukuhan kawasan hutan dilakukan melaui proses pembuatan peta sebagai berikut :
a)    penunjukan kawasan hutan
b)    rencana trayek batas
c)    pemancangan patok batas sementara
d)    penataan batas kawasan hutan
e)    penetapan kawasan hutan

Penetapan Kawasan hutan

Penetapan kawasan hutan adalah suatu penegasan tentang kepastian hukum mengenai status, batas dan luas suatu kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap yang didasarkan atas Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang telah temu gelang.  Dalam hal masih terdapat hak-hak pihak ketiga yang belum diselesaikan, maka kawasan hutan tersebut ditetapkan oleh Menteri dengan membuat penjelasan hak-hak yang ada di dalamnya untuk diselesaikan oleh Panitia Tata Batas yang bersangkutan.

Penatagunaan Kawasan hutan

UU 41/1999 Pasal 16
•    Berdasarkan hasil pengukuhan kawasan hutan   Pemerintah menyelenggarakan penatagunaan kawasan hutan.
•    Penatagunaan kawasan hutan meliputi kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan.
•    Penatagunaan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka menetapkan fungsi dan penggunaan kawasan hutan.

Catatan :

Hasil sidak mendapatkan fakta adanya masyarakat yang melakukan kegiatan berkebun/berladang, sehingga perlu pula untuk diperhatikan :
Pasal 50 UU 41 Tahun 1999 Ayat (3) huruf a :
“Setiap orang dilarang mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.”
Ayat (2) :
“Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).”


Terkait atas terbitnya SK Walikota Baubau Nomor: 521/144/DPK/2011 tanggal 19 Oktober 2011 tentang Tim Pembinaan dan Sosialisasi Pengeluaran Perambah di Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Tirta Rimba Kota Baubau (Tim ini beranggotakan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Baubau, Kepala BPN Kota Baubau, Kesbang dan Politik Kota Baubau, Kepala Seksi Wilayah I Balai BKSDA Sultra, Kepala Kepolisian Sektor Wolio, Korem Wolio, Camat Kokalukuna, Lurah Kadolomoko, dan Lurah Waruruma), Sekretaris Daerah Kota Baubau menerbitkan surat nomor: 521/3161 perihal penyampaian pengosongan kawasan konservasi TWA Tirta Rimba. Dalam surat ini, Warga diberi kesempatan selama 10 hari untuk mengosongkan kawasan, membongkar rumah mereka, dan mencabut sendiri tanamannya. terdapat perbedaan atas data masyarakat yang melakukan aktifitas dalam kawasan TWA Tirta Rimba tersebut, yakni data atas hasil pertemuan di Aula Makodim 1413 buton1, sebanyak 19 orang yang diundang hadir (meski yang datang adalah kurang lebih 50 orang) dengan data yang dilaporkan oleh masyarakat pada Pansus DPRD Kota Baubau sebanyak 182 KK2. Oleh karena itu, disarankan kiranya Pansus DPRD Kota Baubau melakukan Penelusuran lebih seksamam atas data masyarakat yang melakukan aktifitas dalam kawasan. Jika ada pihak-pihak yang melakukan manipulasi data dan berimplikasi pada permasalahan hukum, sebaiknya DPRD merekomendasikan pada aparat kepolisisan agar pembuat data tersebut (diyakini secara sah menurut hukum adalah palsu/kebohongan), agar diproses secara hukum, demi tegaknya hukum. 

Perihal pengrusakan fasilitas Negara/Pemerintah, Pansus dapat menanyakan langsung kepada BKSDH alasan pengrusakan tadi, atas petunjuk dan perintah siapa pengrusakan itu dilakukan.


























1https://walhi.crowdmap.com/reports/view/239
2sidak Pansus DPRD Kota Baubau/Kadolomoko_Kokalukuna 2012