Sabtu, 31 Maret 2012

memahami kondisi keuangan perusahaan


MEMAHAMI KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN
1. Laporan Keuangan yang Pokok
a. Neraca
Neraca menunjukan posisi kekayaan perusahaan, kewajiban keuangan dan modal sendiri perusahaan pada waktu tertentu. Kekayaan disajikan pada sisi aktiva, sedangkan kewajiban dan modal sendiri pada sisi pasiva. Pada neraca kita lihat bahwa,
KEKAYAAN = KEAJIBAN + MODAL SENDIRI
Berikut ini disajikan contoh neraca Perusahaan “TSR” pada akhir tahun 20x1 dan 20x2.

20x1
20x2

20x1
20x2
Kas
Rp.  22
Rp.  25
Hutang Dagang
Rp.  91
Rp.  89
Sekuritas
Rp.  10
Rp.  15
Hutang Wesel
Rp.  40
Rp.  20
Piutang
Rp. 170
Rp. 176
Hutang Pajak
Rp.  30
Rp.  32
Persediaan
Rp. 117
Rp. 112
Hutang Bank
Rp. 120
Rp. 120
Total Akt. Lancar
Rp. 319
Rp. 328
Kewajiban Lancar
Rp. 281
Rp. 261






Akt Tetap (bruto)
Rp. 700
Rp. 700
Hut. Jk Panjang
Rp. 200
Rp. 100
Akum. Penyusutan
Rp. 100
Rp. 150
Modal Sendiri :


Akt. Tetap (neto)
Rp. 600
Rp. 550
Saham
Rp. 300
Rp. 300



Laba yg Ditahan
Rp. 138
Rp. 217
Total
Rp. 919
Rp. 878

Rp. 919
Rp. 878

Apa yang anda temukan pada laporan neraca tsb? Apakah keadaan ini menunjukan bahwasanya kondisi keuangan perusahaan memburuk? Apakah laba yang diperoleh Perusahaan berkurang? Untuk menjawab atas pertanyaan tsb maka kita perlu untuk melihat laporan Rugi Laba Perusahaan
b. Laporan Rugi Laba
Jenis laporan ini, sebagaimana namanya, menunjukan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan dalam periode tertentu ( misalnya 1 tahun ). Laba ( atau Rugi ) dapat di formulasikan sebagai berikut :
L/R = Penghasilan dari Penjualan – Biaya dan Ongkos
Berikut ini akan disajikan laporan RUGI / LABA Perusahaan TSR selama tahun 20x2 :
Laporan Rugi/Laba PT. TSR 1/1 s/d 31/12 20x2 (dalam jutaan rupiah)
Penjualan
Rp. 2.200
Biaya operasi tidak termasuk depresiasi dan amortisasi
Rp. 1.850
Ebitda : Earning before Interest Taxes Depr & Amortz
Rp.   350
Depresiasi
Rp.    50
Amortisasi
Rp.     0
Depresiasi dan Amortisasi
Rp.    50
Laba Operasi (Earning Before Interest and Taxes), EBIT
Rp.   300
                  Dikurangi Bunga
Rp.    56
Laba Sebelum Pajak (Earning Before Tax), EBT
Rp.   244
                  Pajak (32%)
Rp.    78
Laba Setelah Pajak (Earning After Tax), EAT
Rp.   166

Selama tahun 20x2 perusahaan berhasil memperoleh                     laba bersih setelah pajak sebesar Rp. 166. Kalau pada neraca 31/12/20x0 laba yang ditahan meningkat sebesar Rp. 79, maka berarti bahwa laba yang diperoleh dan dibagikan sebagai deviden sebesar Rp. 166 – Rp. 79 = Rp. 87 (Rp. 79 berasal dari Laba ditahan pada tahun 20x2 – 2ox1, Rp. 217 – Rp. 138).
Perhatikan pula bahwa dalam perhitungan laba rugi tersebut akuntan memasukan penyusutan dari penggunaan aktiva tetap berwujud ( tangible asset) dan mungkin juga amortisasi dari penggunaan aktiva tidak berwujud (intangible asset), seperti hak cipta, merek dagang, dsb), Sesuai dengan pronsip Mathcing, didalam Akuntansi. Para manajer, analisis sekuritas dan pejabat kredit Bank sering kali memperhatikan EBITDA, karena angka inilah yang dinilai menunjukan kemampuan perusahaan menghasilkan kas dari operasinya yang diperlukan untuk berbagai kegiatan.
EBITDA PT. TSR selama tahun 20x2 tersebut adalah sebesar Rp. 350 juta. Apabila dikurangi dengan beban depresiasi (catatan : perusahaan tidak memiliki beban amortisasi) sebesar Rp. 50 juta, maka laba oprasi (disingkat EBIT) adalah sebesar Rp. 300 juta. Setelah dikurangi dengan beban bunga sebesar Rp. 56, maka laba sebelum pajak adalah sebesar Rp. 244, dan dengan membayar pajak sebesar Rp. 78 (diasumsikan tarif pajak adalah 32%), maka laba setelah pajak adalah sebesar Rp. 166.
Aktiva Lancar sering juga disebut sebagai Operating Working Capital (Modal Kerja Operasi), sedangkan Operating Working Capital dikurangi dengan hutang dan rekening – rekening accruals, disebut sebagai Net Operating Working Capital (modal kerja operasi bersih).
Net Operating Working Capital dinyatakan dalam bentuk persamaan :
Net Operating Working Capital =
Aktiva Lancar – Kewajiban lancar yang tidak membayar bunga

Kalau kita terapkan untuk PT TSR tahun 20x2, maka :
Net Operating Working Capital :
= Rp. 328 – ( Rp. 89 + Rp. 20 + Rp. 32 )
= Rp. 187 juta

Sedangkan untuk Total Operating Capital (20x2) =
Net Operating Working Capital + Total Akt tetap Neto
= Rp. 187 + Rp. 550
= Rp. 737 juta

Net Operating Working Capital (20x1) =
= Rp. 319 – ( Rp. 91 + Rp. 40 + Rp. 30 )
= Rp. 158 juta

Total Oprating Capital (20x1) =
= Rp. 158 + Rp. 600
= Rp. 758 juta

Dengan demikian maka sebenarnya pada tahun 20x2 PT. TSR mengalami penurunan total oprating capital-nya.  


c. Net Operating Profit After Tax

apabila dua perusahaan mempunyai jumlah hutang yang berbeda, dan karenanya membayar bunga yang berbeda pula, mereka mungkin mempunyai kinerja operasi yang hampir sama. Tetapi akan melaporkan laba setelah pajak yang berbeda. Perusahaan yang mempunyai hutang yang lebih besar akan melaporkan laba setelah pajak yang lebih kecil. Karena itu untuk membandingkan kinerja operasi yang lebih baik untuk mengukur kinerja manajemen, dipergunakan Net Operating Profit After Tax atau NOPAT. NOPAT menunjukan laba yang akan diperoleh oleh suatu perusahaan apabila perusahaan tersebut tidak menggunakan hutang dan/atau tidak memiliki Non Operating Asset. NOPAT didefinisikan sebagai berikut :
NOPAT = EBIT (1 – Tarif pajak Penghasilan)

Dengan menggunakan laporan Rugi/Laba PT. TSR untuk tahun 20x2, maka :
NOPAT      = Rp. 300 (1 – 0.32)
          = Rp. 204 juta.

d. Free Cash Flow (arus kas bebas)

istilah ini menunjukan arus kas yang tersedia untuk didistribusikan kepada para pemodal (baik pemegang saham maupun pemegang obligasi) setelah perusahaan melakukan investasi pada tambahan aktiva tetap, peningkatan modal kerja yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan perusahaan. Depresiasi memang dimaksudkan untuk mengganti aktiva tetap yang nantinya usang, dengan beban depresiasi maka perusahaan dapat menggantinya dengan aktiva tetap yang baru. Tetapi apabila perusahaan mengalami pertumbuhan, maka mungkin dana dari depresiasi saja tidak cukup untuk membeli tambahan aktiva tetap yang baru. Demikian juga apabila perusahaan mengalami pertumbuhan, maka modal kerja yang diperlukan akan menjadi lebih besar. Hal ini berarti dana yang diperoleh dari operasi akan dipakai sebagian untuk penambahan aktiva tetap dan penambahan modal kerja.
Untuk menghitung Free Cash Flow dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
Kita tahun bahwa NOPAT PT. TSR untuk tahun 20x2 adalah Rp. 204 juta. Maka kita akan mencari terlebih dahulu Operating Cash Flow tahun 20x2 dengan cara :
Operating Cash Flow (20x2) = NOPAT + Depresiasi
                            = Rp. 204juta + Rp. 50juta
                            = Rp. 254juta

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pada akhir tahun 20x1 PT. TSR mempunyai Operating  Asset atau Operating Capital sebesar Rp. 758juta, dan pada akhir tahun 20x2 hanya sebesar Rp. 737juta. Karena itu, selama tahun 20x2 PT. TSR melakukan Net Investment pada Operating Capital sebesar :
Net Investment pada Operating Capital =  Rp. 737 – Rp. 758
                                     = -Rp. 21juta

Atau dengan kata lain, perusahaan melakukan disinvestment pada tahun 20x2. Sedangkan jika kita hitung Gross Investment-nya pada tahun 20x2 adalah sebagai berikut :
Gross Investment pada Operating Asset :
= Net Investment + depresiasi
= -Rp. 21juta – Rp. 50juta
= Rp. 29juta

Setelah kita dapat menghitung Operating Cash Flow dan Gross Investment pada Operating Asset maka kita dapat menghitung Free Cash Flow PT. TSR dengan Formulasi sebagai berikut :

Free Cash Flow PT. TSR (20x2) :
= Operating Cash FlowGross Investment pada Operating Asset
= Rp. 254juta – Rp. 29juta
= Rp. 225juta
Secara aljabar, FCF dapat dihitung sebagai berikut (equivalent) :
FCF   = NOPATNet Investment pada Operating Asset
      = Rp. 204juta – (-Rp. 21juta)
      = Rp. 225juta