MATERI KULIAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS
CHAPTER #4
CARA MEMBUAT SURAT KONTRAK (PERJANJIAN)
HADI SUPRIYANTO. SE., MM., MH.
1. CARA MEMBUAT SURAT PERJANJIAN
Pada Umumnya surat perjanjian di buat jika ada dua
belah pihak membutuhkan jaminan kepastian atau setelah terjadinya kesepakatan
bersama dan masing masing pihak tidak ingin di rugikan.
Surat perjanjian merupakan surat yang berisi sebuah
kesepakatan bersama mengenai hak serta kewajiban yang harus di lakukan karena
hasil kesepekatan bersama dan di tuangkan dalam bentuk tulisan/surat.
Surat perjanjian ada dua macam, yaitu :
1.
Perjanjian
autentik, yaitu perjanjian yang disaksikan oleh pejabat pemerintah.
2.
Perjanjian
dibawah tangan, yaitu perjanjian yang tidak disaksikan oleh pejabat pemerintah.
Penggolongan diatas tidak ada hubungannya dengan
keabsahan surat perjanjian. Surat perjanjian tanpa notaris, misalnya sah saja
asal memenuhi syarat tertentu seperti yang akan dirinci dibawah ini. Selain
mencantumkan persetujuan mengenai batas-batas hak dan kewajiban masing-masing
pihak, surat tersebut juga menyatakan jalan keluar yang bagaimana, yang akan
ditempuh, seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Jalan
keluar disini bisa pemberian sanksi, ganti rugi, tindakan administrasi, atau
gugatan ke pengadilan.
2. SYARAT
SAHNYA SURAT PERJANJIAN
Adapun syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut :
1.
Surat
perjanjian harus ditulis diatas kertas segel atau kertas biasa yang dibubuhi
materai.
2.
Pembuatan
surat perjanjian harus atas rasa ikhlas, rela, tanpa paksaan.
3.
Isi
perjanjian harus disetujui oleh kedua belah pihak yang berjanji.
4.
Pihak yang
berjanji harus sudah dewasa dan dalam keadaan waras dan sadar.
5.
Isi
perjanjian harus jelas dan tidak mempunyai peluang untuk ditafsirkan secara
berbeda.
6.
Isi surat
perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan norma susila yang
berlaku.
Guna surat
perjanjian :
1.
untuk
menciptakan ketenangan bagi kedua belah pihak yang berjanji karena terdapatnya
kepastian didalam surat perjanjian.
2.
untuk
mengetahui secara jelas batas hak dan kewajiban pihak yang berjanji.
3.
untuk
menghindari terjadinya perselisihan.
4.
untuk bahan
penyelesaian perselisihan atau perkara yang mungkin timbul akibat suatu
perjanjian.
Sehubungan dengan guna surat perjanjian pada butir 3
diatas, dalam setiap surat perjanjian harus tercantum pasal arbitrase yang
berisi kesepakatan bersama yang menetapkan pengadilan negeri tertentu sebagai
tempat untuk menyelesaikan perkara, jika timbul.
3. ANEKA SURAT
PERJANJIAN
Dalam kehidupan modern banyak sekali aktivitas yang
perlu dituangkan ke dalam surat perjanjian untuk memperoleh kepastian dan
kekuatan hubungan antara surat perjanjian terpenting, berikut ini akan
diuraikan secara singkat tentang perjanjian jual beli, sewa beli (angsuran),
sewa-menyewa, borongan pekerjaan, pinjam-meminjam, dan perjanjian kerja.
1.
Perjanjian Jual Beli
Dalam
surat ini disebutkan bahwa pihak penjual diwajibkan menyerahkan suatu barang
kepada pihak pembeli. Sebaliknya, pihak pembeli diwajibkan menyerahkan sejumlah
uang (sebesar harga barang tersebut) kepada pihak penjual sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak. Setelah penandatanganan surat tersebut, kedua
belah pihak terikat untuk menyelesaikan kewajiban masing masing. Setiap
pelanggaran atau kelainan dalam memenuhi kewajiban akan mendatangkan
konsekuensi hukum karena pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan atau
klaim.
2.
Perjanjian Sewa Beli ( angsuran)
Surat
ini boleh dinyatakan sama dengan surat jual beli. Bedanya harga barang yang di
bayarkan oleh pihak pembeli dilakukan dengan cara mengangsur. Barangnya
diserahkan kepada pihak pembeli setelah surat perjanjian sewa beli
ditandatangani. Namun hak kepemilikan atas barang tersebut masih berada di
tangan pihak penjual. Jadi sebelum pembayaran atas barang tersebut masih di
angsur, pihak pembeli masih berstatus sebagai penyewa. Dan selama itu pihak
pembeli tidak berhak menjual barang yang disebutkan dalam perjanjian sewa beli
tersebut. Selanjutnya hak milik segera jatuh ke tangan pembeli saat pembayaran
angsuran/cicilan terakhir dilunasi.
3.
Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian
ini merupakan suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan dan pihak yang
menyewa., dimana pihak yang menyewa (pihak 1) berjanji menyerahkan suatu barang
(tanah, bangunan, dll) kepada pihak penyewa (pihak II) selama jangka waktu yang
di tentukan kedua belah pihak. Sementara itu pihak penyewa di wajibkan membayar
sejumlah uang tertentu atas pemakaian barang tersebut.
4.
Perjanjian Borongan
Perjanjian
ini dibuat antara pihak pemilik proyek dan pihak pemborong, dimana pihak
pemborong setuju untuk melaksanakan pekerjaan borongan sesuai dengan syarat
syarat/spesifikasi serta waktu yang di tetapkan/disepakati oleh kedua belah
pihak. Untuk itu pihak pemilik proyek wajib memebayar sejumlah uang tertentu
(harga pekerjaan borongan) yang telah di sepakati kedua belah pihak kepada
pihak pemborong
5.
Perjanjian Meminjam Uang
Surat
perjanjian ini merupakan persetujuan antara pihak piutang dengan pihak
berhutang untuk menyerahkan sejumlah uang. Pihak yang berpiutang meminjamkan
sejumlah uang kepada pihak yang meminjam, dan pihak peminjam wajib membayar
kembali hutang tersebut ditambah dengan buang yang biasanya dinyatakan dalam
persen dari pokok pinjaman, dalam jangka waktu yang telah disepakati.
6.
Perjanjian Kerja
Pada
dasarnya surat perjanjian kerja dan perjanjian jual beli adalah sama. Yang
membedakan adalah obyek perjanjiannya. Bila dalam surat perjanjian jual beli
objeknya adalah barang atau benda, maka objek dalam surta perjanjian kerja
adalah jasa kerja dan pelayanan Para pihak dalam surat perjanjian kerja adalah
majikan (pemilik usaha) dan pekerja (penyedia jasa).
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam membuat surat perjanjian kerja adalah :
a. Lama masa kerja
b. Jenis pekerjaan
c. Besarnya upah atau gaji beserta tunjangan. Pihak
majikan biasanya telah mempunyai suatu pegangan atau standar gaji untuk
menentukan gaji yang layak untuk suatu tingkat keahlian kerja.
d. Jam kerja per hari, jaminan sosial, hak cuti, dan
kemungkinan untuk memperpanjang perjanjian tersebut.
5. PANDUAN
MEMBUAT SURAT PERJANJIAN
Seperti kita ketahui, akibat hukum dari surat
perjanjian dapat menimbulkan pemenuhan hak dan kewajiban. Maka perlu ekstra
hati-hati untuk urusan yang satu ini. Terutama dalam mencermati isi perjanjian
atau kesepakatan yang salah satunya harus bersandar pada asas itikad baik.
Melalui asas ini, dalam pelaksanaan perjanjian harus tidak merugikan satu sama
lain dan harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Berikut ini
akan dijelaskan unsur-unsur dalam penulisan sebuah surat perjanjian.
Enam Unsur Penulisan Sebuah Surat Perjanjian
1. Judul
Judul perjanjian harus dibuat dengan
singkat, padat, jelas, dan sebaiknya memberikan gambaran yang dituangkan dalam
perjanjian tersebut. Misalnya: Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian Jual Beli.
2. Awal Permulaan
Awal perjanjian secara ringkas dan
banyak digunakan:
“Yang bertanda tangan di bawah ini”
atau, “Pada hari _______tanggal, bulan ______tahun ________telah terjadi
perjanjian ________ antara __________ “
3. Penyebutan Para Pihak
Di bagian ini disebutkan para pihak
yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut. Penyebutan para pihak mencakup
nama, pekerjaan, usia, jabatan, alamat, serta bertindak untuk siapa.
4. Premis (Recital)
Premis merupakan penjelasan mengenai
latar belakang dibuatnya suatu perjanjian. Pada bagian ini diuraikan secara
ringkas tentang latar belakang terjadinya kesepakatan.
5. Isi Perjanjian
Isi perjanjian biasa diwakili dalam
pasal-pasal dan dalam setiap pasal diberi judul. Isi surat perjanjian biasa
meliputi 3 unsur yaitu : essensalia, naturalia, dan accidentalia. Ketiga unsur
tersebut harus ada. Pada isi perjanjian, unsur terpenting lain yang harus ada
adalah penyebutan tentang upaya-upaya penyelesaian apabila terjadi perselisihan
atau sengketa.
6. Akhir Perjanjian
Pada bagian akhir perjanjian berisi
pengesahan kedua belah pihak dan saksi-saksi sebagai alat bukti dan tujuan dari
perjanjian. Contoh: “Demikian perjanjian ini dibuat dan ditandatangai pada hari
ini ___________ tanggal _________ bulan ________ tahun _________”
UNSUR PERJANJIAN
Pada
dasarnya dalam suatu perjanjian dapat terbagi menjadi tiga unsur, yaitu essensialia,
naturalia
dan accidentalia.
Unsur
esensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu perjanjian. Merupakan
sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordel) karena unsur
esensialia berkaitan dengan isi dari perjanjian merupakan salah satu dari
syarat sah perjanjian yaitu hal tertentu. Tanpa adanya unsur ini maka suatu perjanjian
menjadi batal demi hukum.
Unsur
Naturalia merupakan sifat bawaan (natuur)
perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin
tidak ada cacat dalam benda yang dijual (vrijwaring).
Unsur
aksidentalia merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara
tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan mengenai
domisili para pihak, dan juga pilihan penyelesaian sengketa.
6. TAHAPAN
PENYUSUNAN SURAT PERJANJIAN
Untuk membuat suatu perjanjian yang baik serta
mencegah terjadinya masalah hukum di kemudian hari, maka perjanjian sebaiknya
di buat dengan tahapan tertentu mulai dari persiapan, sampai pada pelaksanaan
perjanjian. Adapun tahap – tahap itu sebagai berikut :
1. Negosiasi
Sebuah perjanjian tidak muncul tiba
tiba, tetapi terlebih dahulu dilakukan negosiasi. Pada proses ini terjadi tawar
menawar untuk kemudian di tuangkan dalam perjanjian.
2. Memorandum Of Understanding ( MoU)
Setelah pada tahap negosiasi
tercapai kesepakatan, tahap selanjutnya membuat MoU. Isi MoU hanya butir butir
kesepakatan negosiasi. MoU bukan sebuah perjanjian tapi merupakan pegangan
sementara bagi para pihak sebelum masuk pada tahap penyusunan perjanjian.
3. Penyusunan Perjanjian
Penyusunan perjanjian dimulaid
dengan membuat draft perjanjian. Draft perjanjian ini kemudian dikoreksi oleh
masing masing pihak untuk kemudian ditandatangani. Yang dibutuhakn dalam proses
penulisna naskah perjanjian adalah kejelian dalam menangkap berbagai keinginan
para pihak, memahami aspek hukum, dan menguasai bahasa perjanjian denagn
rumusan yang tepat, singkat, jelas dan sistematis. Sebuah perjanjian pada
umumnya mengikuti kerangka sbb :
a. Judul perjanjian
b. Pembukaan
c. Identifiaksi Para Pihak
d. Latar belakang kesepakatan (recital)
e. Isi
f. Penutup
g.
7. PELAKSANAAN
PERJANJIAN
Sebuah perjanjian yang ideal mestinya dapat
dilaksanakan oleh para pihak. Artinya, hak dan kewajiban masing masing pihak
dijalankan sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian.
Namun dalam pelaksaannya bisa jadi para pihak punya penafisran yang berbeda
terhadap pasal pasal tertentu. Bahkan tidak tertutup kemungkinan terjadi
persengketaan. Itulah sebabnya dalam perjanjian para pihak juga memasukkan
pasal yang mengatur tentang pilhan hukum dan prosedur penyelesaian sengketa.
8. SYARAT
SAH SURAT PERJANJIAN
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah
memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
1. Adanya
kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri. Bahwa semua pihak
menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak
terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2. Kecakapan
para pihak untuk membuat perjanjian
Kata
kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan
dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah
berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah
pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam
undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3. Ada suatu
hal tertentu. Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat
dilaksanakan oleh para pihak.
4. Adanya
suatu sebab yang halal. Suatu sebab dikatakan halal apabila sesuai dengan
ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
• tidak
bertentangan dengan ketertiban umum
• tidak
bertentangan dengan kesusilaan
• tidak
bertentangan dengan undang-undang
Contoh Surat
Perjanjian :
PERJANJIAN SEWA-MENYEWA RUMAH
No. …………..
Yang
bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama
………………. Pekerjaan …………. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama ………..
berkedudukan di ………….. selanjutnya disebut yang menyewakan;
2. Nama
…………… pekerjaan ……………. Alamat ……………….. dalam hal ini bertindak untuk diri
sendiri, selanjutnya disebut penyewa;
Dengan ini
menerangkan bahwa pihak yang menyewakan adalah pemilik sah sebuah rumah yang
terletak di jalan ………… No. ……. Kota ………….. bermaksud menyewakan rumahnya kepada
penyewa dan penyewa bersedia menyewa rumah tersebut dari pihak yang menyewakan
berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Pasal 1
(1) Sewa
rumah ditetapkan sebesar Rp. …….. (………….) untuk jangka waktu sewa …… tahun
terhitung sejak tanggal penandatanganan surat perjanjian ini.
(2)
Pembayaran sewa rumah dilakukan secara tunai oleh penyewa kepada yang
menyewakan dengan diberikan tanda terima yang sah (kuitansi) segera setelah
selesai penandatanganan perjanjian ini.
Pasal 2
(1) Jika
terjadi pembatalan perjanjian ini sebelum rumah tersebut ditempati oleh
penyewa, maka uang sewa dikembalikan kepada penyewa dengan dikenakan potongan
10% dari harga sewa sebagai ganti kerugian pemutusan perjanjian ini.
(2) Jika
terjadi pembatalan perjanjian ini sebelum jangka waktu sewa berakhir atas
kehendak penyewa sendiri, penyewa tidak dapat menuntut pengembalian uang sewa
atau ganti kerugian apapun dari yang menyewakan.
(3) Selama
jangka waktu sewa, baik sebagian ataupun seluruh jangka waktu sewa tersebut,
penyewa tidak dibenarkan dan dilarang mengalihsewakan rumah tersebut kepada
pihak lain (pihak ketiga), dengan ancaman pembatalan perjanjian disertai dengan
pembayaran ganti kerugian kepada yang menyewakan.
Pasal 3
(1) Selama
waktu sewa, penyewa wajib merawat, memelihara, dan menjaga rumah yang disewa
itu dengan sebaik-baiknya atas biaya yang ditanggung oleh penyewa sendiri.
(2) Jika
terjadi kerusakan-kerusakan kecil, atau kerusakan sebagai akibat perbuatan
penyewa atau orang yang berada di bawah pengawasannya, maka semua biaya
perbaikan dibebankan dan menjadi tanggung jawab penyewa sendiri.
(3) Jika
terjadi kerusakan berat karena kesalahan konstruksi, bencana alam, maka
tanggung jawab pemilik rumah.
(4) Selama
waktu sewa, penyewa tidak boleh mengubah, menambah, mengurangi bentuk bangunan
rumah yang sudah ada, dengan ancaman membayar ganti kerugian kepada yang
menyewakan.
Pasal 4
(1) Penyewa
wajib membayar sendiri biaya pemakaian telepon, aliran listrik, air PAM, Pajak
Bumi dan Bangunan pada rumah yang disewanya itu.
(2) Jika
terjadi kerugian akibat kelalaian memenuhi kewajiban dalam ayat (1), penyewa
bertanggung jawab mengganti kerugian tersebut.
Pasal 5
(1) Yang
menyewakan menjamin penyewa bahwa, rumah yang disewa itu dalam keadaan tidak
disengketakan, bebas dari tuntutan apapun dari pihak ketiga.
(2) Yang
menyewakan menjamin penyewa bahwa jual beli rumah tersebut tidak memutuskan
perjanjian ini.
Pasal 6
(1) Jika
penyewa ingin memperpanjang jangka waktu sewa, maka selambat-lambatnya dalam
waktu tiga bulan sebelum perjanjian ini berakhir, penyewa telah memberitahukan
dan memusyawarahkan dengan pihak yang menyewakan.
(2) Setelah
jangka waktu sewa berakhir sedangkan penyewa tidak memperpanjang waktu sewa,
maka penyewa wajib segera mengosongkan rumah tersebut dalam keadaan baik dan
menyerahkan kunci rumah kepada pihak yang menyewakan.
(3) Penyewa
boleh mengangkat peralatan yang dipasangnya dengan biaya sendiri pada rumah
tersebut tanpa merusak rumah, dan jika karena pembongkaran peralatan itu timbul
kerusakan, maka penyewa bertanggung jawab membayar biaya perbaikannya.
Pasal 7
(1) Semua
perselisihan yang timbul dari perjanjian ini kedua belah pihak setuju
menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat, dengan mengindahkan kelayakan
dan kepatutan.
(2) jika
perselisihan tidak dapat diselesaikan sebagaimana pada ayat (1), maka
masing-masing pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara hukum pada Pengadilan
Negeri ______
Demikianlah
surat perjanjian ini dibuat di ……… pada hari ………… tanggal …….., setelah dibaca
dan dipahami isinya kemudian ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Materai
Rp. 6.000
|
Yang menyewakan Penyewa
…………………............ ……………………….
PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL
Nomor: 01/PJBM/Had-Sul/010410
Pada hari ini, Kamis tanggal 1 April 2010, di Jakarta,
yang bertanda tangan di bawah ini:
- Hadijoyo Trenggono, Pengusaha, beralamat di Jalan Kebagusan Raya No, 17, Jakarta Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nomor: 09.4403.187743.8334, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA;
- Sulaeman Mubarok, Pekerjaan Swasta, beralamat di Jalan Nyiur Hijau No. 73, RT. 005 RW 008, Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nomor: 09.5779.15407.6831, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA.
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama
selanjutnya disebut PARA PIHAK. PARA PIHAK terlebih dahulu menerangkan hal-hal
sebagai berikut:
- Bahwa, PIHAK PERTAMA adalah pemilik sebuah kendaraan roda empat merek Toyota, tipe Avanza E, model minibus, Nomor Polisi B 2304 DD, tahun pembuatan 2004, atas nama PIHAK PERTAMA;
- Bahwa, PIHAK KEDUA berniat untuk membeli Mobil milik PIHAK PERTAMA tersebut sebagaimana dimaksud butir 1 diatas;
- Bahwa, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA telah sepakat untuk melakukan jual beli Mobil tersebut sebagaimana dimaksud butir 1 diatas seharga Rp. 95.000.000 (sembilan puluh lima juta rupiah).
Selanjutnya, untuk maksud seperti yang telah diuraikan
diatas, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk membuat Perjanjian Jual
Beli ini dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:
Pasal 1
Definisi
Dalam perjanjian ini yang dimaksud dengan:
- Mobil berarti sebuah kendaraan roda empat merek Toyota, tipe Avanza E, model minibus, Nomor Polisi B 2304 DD, tahun pembuatan 2004, atas nama PIHAK PERTAMA;
- Harga Mobil berarti harga jual beli mobil yang telah disepakati oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA;
- Cicilan berarti cara pembayaran Harga Mobil oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA secara bertahap.
Pasal 2
Bentuk Kerja Sama
PIHAK PERTAMA dengan ini sepakat untuk menjual Mobil
kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA dengan ini sepakat untuk membeli Mobil
tersebut dari PIHAK PERTAMA dengan Harga Mobil sebesar Rp. 95.000.000 (sembilan
puluh lima juta rupiah).
Pasal 3
Hak dan Kewajiban PARA PIHAK
(1) Hak dan Kewajiban PIHAK
PERTAMA
a PIHAK PERTAMA
berhak untuk menerima uang pembayaran Harga Mobil dari PIHAK KEDUA sebesar Rp.
95.000.000 (sembilan puluh lima juta rupiah);
b PIHAK PERTAMA
berkewajiban untuk menyerahkan Mobil kepada PIHAK KEDUA.
(2) Hak dan Kewajiban PIHAK
KEDUA
a PIHAK KEDUA
berhak untuk menerima Mobil dari PIHAK PERTAMA;
b PIHAK KEDUA
berkewajiban untuk menyerahkan uang pembayaran Harga Mobil kepada PIHAK PERTAMA
sebesar Rp. 95.000.000 (sembilan puluh lima juta rupiah).
Pasal 4
Penyerahan Mobil
Penyerahan Mobil dari PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA
akan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Penyerahan Mobil
akan dilakukan dengan cara penyerahan langsung Mobil dan kunci Mobil oleh PIHAK
PERTAMA kepada PIHAK KEDUA di tempat kediaman PIHAK KEDUA selambat-lambatnya 3
(tiga) hari setelah penandatanganan perjanjian ini;
(2) Balik nama BPKB dari
atas nama PIHAK PERTAMA menjadi atas nama PIHAK KEDUA menjadi tanggung jawab
PIHAK PERTAMA dan harus telah dilaksanakan oleh PIHAK PERTAMA
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penyerahan Mobil sebagaimana dimaksud
ayat (1) diatas.
Pasal 5
Pembayaran Harga
Pembayaran Harga Mobil dari PIHAK KEDUA kepada PIHAK
PERTAMA sebesar Rp. 95.000.000 (sembilan puluh lima juta rupiah) dilaksanakan
pada saat penyerahan Mobil sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) perjanjian
ini.
Pasal 6
Garansi
(1) PIHAK
PERTAMA akan memberikan garansi dan/atau jaminan kerusakan Mobil kepada PIHAK
KEDUA selama jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal dilaksanakannya
pembayaran Harga Mobil sebagaimana dimaksud Pasal 5 diatas;
(2) Garansi
yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud ayat
(1) diatas meliputi segala kerusakan bagian-bagian mobil (sparepart) yang bukan
diakibatkan oleh kesalahan PIHAK KEDUA;
(3)
Pemberian garansi dilakukan dengan cara perbaikan dan/atau penggantian atas
bagian-bagian mobil (sparepart) yang rusak tersebut.
Pasal 7
Force Majeur
(1) Jika terjadi force
majeur atau keadaan memaksa, PARA PIHAK tidak bertanggung jawab atas tidak
terlaksananya hak dan kewajiban dalam perjanjian ini yang diakibatkan oleh
force majeur tersebut;
(2) Yang dimaksud force
majeur dalam perjanjian ini meliputi tapi tidak terbatas pada bencana alam,
gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran, perang, huru-hara,
pemberontakan, wabah penyakit, dan tindakan pemerintah dibidang keuangan yang
langsung mengakibatkan kerugian luar biasa.
Pasal 8
Penyelesaian Perselisihan
(1) Apabila timbul
perselisihan diantara PARA PIHAK sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian
ini, PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan
kekeluargaan;
(2) Apabila penyelesaian
secara musyawarah dan kekeluargaan tidak mencapai kesepakatan, maka PARA PIHAK
sepakat untuk menyelesaikannya secara hukum di kantor Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.
Pasal 9
Berakhirnya Perjanjian
PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL ini berlaku sejak tanggal
ditandatanganinya perjanjian ini sampai dengan dilakukannya perubahan
kepemilikan Mobil dari atas nama PIHAK PERTAMA menjadi atas nama PIHAK KEDUA.
Pasal 10
Adendum
Hal-hal lain yang belum diatur dan/atau belum cukup
diatur dalam perjanjian ini akan ditentukan lebih lanjut oleh PARA PIHAK
berdasarkan musyawarah dan kekeluargaan yang hasilnya akan dituangkan dalam
suatu addendum yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tak terpisahkan
dari perjanjian ini.
Demikian perjanjian ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap
bermeterai cukup, PARA PIHAK mendapat satu rangkap yang kesemuanya mempunyai
kekuatan hukum yang sama.
Materai
Rp. 6.000
|
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
Hadijoyo Mintarjo
Sulaeman Mubarok